Oleh : Ridwan Putra Khalan )*
Dalam suasana politik yang semakin dinamis menuju Pilkada 2024, ancaman penyebaran hoax menjadi semakin nyata dan berbahaya. Ini bukan lagi sekadar isu yang bisa diabaikan, tetapi sebuah tantangan serius yang harus dihadapi oleh seluruh elemen masyarakat, terutama di era digital ini.
Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam menerima informasi dan berpartisipasi aktif dalam menjaga integritas proses demokrasi. Tanpa usaha bersama untuk menangkis hoax, Pilkada yang diharapkan menjadi momentum demokrasi yang sehat, bisa berubah menjadi ajang perpecahan dan konflik sosial.
Di Kalimantan Tengah, Sekretaris Daerah (Sekda) H. Nuryakin telah menegaskan betapa pentingnya peran serta masyarakat dalam menyukseskan Pilkada yang akan berlangsung pada 27 November mendatang.
Dalam perayaan hari jadi ke-22 Kabupaten Murung Raya, Nuryakin tidak hanya mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi, tetapi juga menekankan pentingnya menjaga kerukunan, keamanan, dan keharmonisan di tengah masyarakat.
Era digitalisasi membawa banyak kemudahan, namun juga tantangan baru, salah satunya adalah penyebaran hoax melalui media sosial. Hoax ini seringkali bersifat memecah belah, mengandung ujaran kebencian, serta fitnah yang dapat merusak kohesi sosial.
Nuryakin menyampaikan bahwa hoax yang beredar terkait calon atau isu-isu sensitif lainnya bisa merusak integritas proses demokrasi. Oleh karena itu, masyarakat harus waspada dan lebih kritis dalam menyikapi informasi yang beredar, terutama yang bersumber dari media sosial yang tidak terpercaya.
Pemilihan kepala daerah seharusnya menjadi ajang memilih pemimpin yang akan membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, tanpa membedakan suku, agama, bangsa, atau ras. Nuryakin mengingatkan bahwa pemimpin yang terpilih nanti adalah milik bersama, bukan hanya milik golongan tertentu.
Dengan demikian, keadilan dan kebersamaan dalam proses pemilihan menjadi sangat krusial untuk kemajuan daerah. Hal ini adalah saat di mana seluruh masyarakat harus bersatu, mengesampingkan perbedaan, dan bersama-sama berkontribusi pada kemajuan daerah.
Di tengah tantangan ini, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) juga menjadi sorotan. Nuryakin mengimbau agar ASN tetap menjaga netralitas mereka selama Pilkada berlangsung. Netralitas ASN adalah salah satu pilar penting dalam memastikan Pilkada berlangsung dengan kualitas yang baik.
ASN memiliki peran krusial dalam menjaga agar proses demokrasi berjalan adil dan jujur, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Netralitas ini bukan hanya soal profesionalisme, tetapi juga soal tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Lebih jauh lagi, Nuryakin menyinggung potensi konflik yang bisa timbul akibat berita hoax atau informasi palsu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, jika ada baliho yang dirusak, kemudian dituduhkan kepada pihak tertentu tanpa bukti yang jelas, maka hal tersebut dapat memicu konflik di tengah masyarakat.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk selalu mencari kebenaran dan tidak langsung percaya pada informasi yang beredar. Hoax bukan hanya merusak reputasi individu atau kelompok, tetapi juga bisa memecah belah masyarakat.
Hoax bukan hanya menjadi tantangan besar dalam Pilkada 2024, tetapi juga dalam pemilihan umum sebelumnya. Berdasarkan data, sebanyak 3.235 hoax telah tersebar di masyarakat pada Pemilu 2024 lalu, dengan 1.921 di antaranya berhasil dihapus.
Hoax ini terutama beredar luas melalui media sosial, mencapai angka 92,4 persen. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan dan penanggulangan hoax menjelang Pilkada.
Sekretaris Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (DKISP) Rastono menjelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki peran aktif dalam menangani isu hoax pada Pilkada mendatang. Salah satu langkah yang diambil adalah melalui penggunaan Social Media Analytics Tools di Command Center DKISP. Alat ini berfungsi untuk memonitor pergerakan isu di media sosial dan mendeteksi penyebaran berita hoax.
Rastono menambahkan bahwa dengan menggunakan Social Media Analytics Tools, pemerintah dapat memantau komentar-komentar di media sosial secara lebih efektif. Hal ini diharapkan dapat membantu dalam mendeteksi dan menangani berita hoax sebelum menyebar lebih luas.
Selain itu, Rakor (Rapat Koordinasi) yang diadakan juga bertujuan untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memastikan informasi yang diterima masyarakat adalah benar dan layak.
Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPID Sulawesi Tengah, Muhammad Ramadhan Tahir, menjelaskan peran KPI dalam pengawasan siaran Pilkada. KPI melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung, dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Ramadhan Tahir menekankan bahwa pengawasan tidak langsung sangat bergantung pada partisipasi masyarakat. Untuk itu, KPID membentuk Kelompok Perempuan Peduli Siaran (KPPS) sebagai lembaga pengawas partisipatif.
KPPS berfungsi untuk mengarahkan anak-anak dan masyarakat agar lebih selektif dalam menonton tayangan yang bermanfaat. Saat ini, KPPS sudah ada di Poso dan Tojo Una-Una, dan akan diperluas ke seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tengah secara bertahap.
Upaya ini adalah bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam menjaga integritas Pilkada dan memastikan bahwa informasi yang beredar di masyarakat adalah informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan adanya pengawasan ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan aman, damai, dan sukses. Hal ini adalah saat di mana masyarakat harus bersatu, menolak segala bentuk hoax, dan berkontribusi dalam menjaga proses demokrasi yang sehat.
Mari kita bersama-sama menjaga Pilkada 2024 dari segala bentuk hoax dan fitnah, demi terciptanya proses demokrasi yang bersih dan berkualitas.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara