Dukung Pilkada yang Transparan dengan Menolak Politik Uang
Oleh: Amelina Cahya )*
Pilkada atau pemilihan kepala daerah merupakan momen penting dalam sistem demokrasi Indonesia. Pada saat ini, masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa daerah ke arah yang lebih baik. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat serta komitmen untuk menolak praktik-praktik negatif seperti politik uang.
Politik uang adalah praktik yang merusak integritas pemilu dan mengancam kualitas demokrasi. Praktik ini terjadi ketika calon kepala daerah atau tim suksesnya memberikan uang atau imbalan lain kepada pemilih dengan harapan memperoleh suara mereka. Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan. Ketika suara dijual, hak-hak pemilih lainnya menjadi terabaikan, dan hasil pemilihan pun tidak mencerminkan keinginan rakyat.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pemilihan sangat penting. Setiap suara memiliki arti dan dampak yang besar terhadap masa depan daerah. Masyarakat diharapkan untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS), menggunakan hak suara mereka dengan bijak, serta memilih calon pemimpin yang berkomitmen pada transparansi dan akuntabilitas.
Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong, mengajak warga Kabupaten Keerom yang memiliki hak pilih untuk tidak golput pada Pemilihan Kepala Daerah 2024. Ramses menegaskan bahwa pesta demokrasi ini akan menentukan calon pemimpin selama lima tahun ke depan. Ia menyerukan masyarakat untuk menyukseskan pesta demokrasi dengan hadir di TPS pada 27 November mendatang. Ia juga mengimbau masyarakat untuk memperhatikan visi dan misi dari pasangan calon bupati-wakil bupati yang mengikuti pilkada, serta tidak terpengaruh oleh berita bohong.
Lebih lanjut, Ramses menekankan pentingnya menjaga pesta demokrasi agar berjalan lancar, aman, dan tenteram, sehingga dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin terbaik. Ia menjelaskan bahwa kesuksesan pilkada adalah tanggung jawab bersama, dan seluruh masyarakat harus hadir di TPS demi kemajuan Kabupaten Keerom ke depan. Ia berharap semua masyarakat yang memiliki hak pilih memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya agar tidak menyesal di kemudian hari.
Sementara itu, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraeni, menyoroti gerakan golongan putih (golput), yaitu orang-orang yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu, termasuk Pilkada 2024. Titi menjelaskan bahwa selama Pasal 182 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 terkait perbuatan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih tidak dilanggar, maka golput diperbolehkan. Ia menyatakan bahwa gerakan golput, baik yang mengajak abstain atau mencoblos semua calon, merupakan ekspresi politik yang tidak boleh dikriminalisasi. Memilih atau tidak memilih adalah kehendak bebas setiap warga negara, asalkan dilandasi kesadaran dan pemahaman yang otentik atas setiap konsekuensinya.
Selain itu, Titi juga mengungkapkan bahwa pemidanaan terhadap gerakan golput dapat terjadi jika gerakan tersebut didasari dengan praktik politik uang, yang menjanjikan barang sebagai imbalan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih. Ia menilai bahwa gerakan golput menjadi tantangan bagi partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilihan, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, sehingga perlu direspon secara substantif melalui diskursus gagasan dan program yang kritis.
Di sisi lain, Koordinator Divisi Humas dan Data Informasi Badan Pengawas Pemilu Sumatra Utara (Bawaslu Sumut), Saut Boangmanalu, meminta masyarakat untuk melaporkan praktik politik uang kepada Bawaslu. Hal ini penting untuk menjaga integritas serta memastikan proses pemilihan kepala daerah serentak 2024 berlangsung adil dan jujur. Politik uang menyebabkan masyarakat memilih bukan berdasarkan visi, misi, dan program calon, tetapi karena insentif materi. Ini merusak sistem demokrasi dan menghasilkan pemimpin yang tidak memiliki komitmen pada kepentingan masyarakat. Saut menegaskan bahwa pelapor yang memberikan bukti kuat mengenai praktik politik uang berhak mendapatkan perlindungan hukum, sehingga saksi atau pelapor merasa aman dalam mengungkapkan praktik tersebut.
Bawaslu Sumut juga bersedia membuka ruang diskusi publik melalui media sosial, webinar, atau acara tatap muka di desa atau kelurahan, agar masyarakat dapat berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai pentingnya integritas pemilu bebas dari politik uang.
Melalui dukungan terhadap pilkada yang bersih dan partisipasi aktif dalam pemberian suara, masyarakat Indonesia dapat mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Menolak politik uang bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan upaya kolektif untuk menciptakan lingkungan pemilu yang bersih dan adil. Edukasi mengenai bahaya politik uang harus digalakkan, sehingga masyarakat dapat mengenali dan menolak praktik-praktik yang merugikan tersebut.
Kampanye untuk mendukung pilkada yang transparan harus melibatkan berbagai elemen, termasuk lembaga swadaya masyarakat, media, dan pemerintah. Lembaga pemantau independen dapat berperan penting dalam mengawasi pelaksanaan pemilu dan melaporkan pelanggaran yang terjadi. Selain itu, media massa memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi publik mengenai pentingnya pemilihan yang jujur dan transparan.
Mari bersama-sama menciptakan pilkada yang transparan, adil, dan demokratis untuk masa depan yang lebih baik.
)* Kontributor Jurnal Pertiwi