Pembubaran Jamaah Islamiyah (JI)

Oleh : Halimah Khosasih )*

Radikalisme, yang akarnya seringkali terkait dengan ekstremisme politik, agama, dan ideologi, merupakan ancaman besar terhadap perdamaian dan keamanan global. Di antara berbagai kelompok ekstremis yang muncul, Jamaah Islamiyah (JI) menonjol sebagai organisasi yang terkenal kejam dan bertanggung jawab atas berbagai kegiatan teroris di Asia Tenggara.

Jamaah Islamiyah merupakan pecahan organisasi Darul Islam (DI). Kelompok ini diperkirakan mulai bersatu dan membentuk organisasi resmi pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Organisasi yang didirikan oleh Abu Bakar Bashir dan Abdullah Sungkar ini bertujuan untuk mendirikan negara Islam di Asia Tenggara. Terinspirasi dari al-Qaeda, JI mengatur serangkaian serangan teroris, yang paling terkenal adalah pemboman Bali tahun 2002, yang memakan korban jiwa lebih dari 200 orang. Operasional organisasi radikal ini ditandai dengan perencanaan yang cermat, sumber daya keuangan yang signifikan, dan jaringan luas yang mencakup banyak negara.

Pada 30 Juni 2024 di Bogor, Jawa Barat, secara mengejutkan organisasi ini mendeklarasikan pembubarannya. Bersama dengan 15 pentolan Jamaah Islamiyah lainnya, Abu Rusdan yang merupakan mantan amir atau pemimpin Jamaah Islamiyah menyatakan bahwa mereka siap terlibat aktif mengisi kemerdekaan untuk memajukan bangsa Indonesia dan mengikuti peraturan hukum yang berlaku serta berkomitmen menjalankan hal-hal yang merupakan konsekuensi logisnya. Ia menjamin bahwa kurikulum dan materi ajar di pesantren yang berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah akan terbebas dari sifat dan sikap tatharuf atau ekstrem, dan bakal merujuk pada paham ahlussunnah wal jamaah (komunitas yang senantiasa memegang teguh sunah Nabi Muhammad SAW).

Pembubaran JI merupakan hasil upaya berkelanjutan dan beragam yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam memerangi radikalisme. Salah satunya adalah melalui operasi militer dan penegakan hukum. Densus 88, unit elit anti-terorisme di Indonesia, memainkan peran penting dalam upaya ini. Unit ini melakukan sejumlah penggerebekan, menangkap agen-agen penting JI, dan membongkar kamp pelatihan. Penangkapan orang-orang penting, seperti yang terjadi pada Noordin Mohammad Top, seorang tokoh terkemuka JI, secara signifikan melemahkan kemampuan operasional kelompok tersebut. Tindakan tegas pemerintah ini menunjukkan komitmennya untuk menetralisir ancaman langsung yang ditimbulkan oleh JI.

Strategi lain yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memerangi JI secara efektif adalah dengan memperkenalkan dan memperkuat undang-undang anti-terorisme. Undang-Undang Anti-Terorisme, yang disahkan pada tahun 2003, memberikan lembaga penegak hukum sebuah kerangka hukum yang diperlukan untuk menahan dan mengadili teroris. Undang-undang tersebut memfasilitasi penyitaan aset, gangguan jaringan keuangan, dan peningkatan kemampuan pengawasan. Upaya legislatif pemerintah sangat penting dalam mengekang aktivitas JI dan membongkar struktur organisasinya.

Menyadari sifat transnasional JI, Indonesia juga menekankan pentingnya pertukaran intelijen dan kerja sama regional. Indonesia berkolaborasi dengan negara tetangga dan mitra internasional untuk bertukar intelijen, melakukan operasi bersama, dan meningkatkan kemampuan kontra-terorisme. Pembentukan Pusat Penanggulangan Terorisme Regional Asia Tenggara (Southeast Asia Regional Centre for Counter-Terrorism/SEARCCT) dan partisipasi dalam inisiatif seperti Konvensi ASEAN tentang Penanggulangan Terorisme menggarisbawahi komitmen Indonesia terhadap pendekatan kolektif dalam memerangi terorisme.

Menyadari bahwa tindakan militer dan hukum saja tidak cukup, pemerintah Indonesia juga fokus pada kontra-radikalisasi dan rehabilitasi. Program-program yang bertujuan untuk deradikalisasi mantan militan, memberikan pelatihan kejuruan, dan memfasilitasi reintegrasi ke dalam masyarakat telah dilaksanakan. Upaya untuk melawan narasi ekstremis melalui pendidikan, keterlibatan masyarakat, dan mempromosikan interpretasi Islam yang moderat sangat penting dalam melemahkan daya tarik ideologis JI. Pemerintah bekerja sama dengan para pemimpin dan organisasi agama untuk mempromosikan pemahaman Islam yang moderat dan inklusif, sehingga mengurangi daya tarik ideologi radikal.

Melemahnya JI menunjukkan efektivitas strategi pemberantasan terorisme yang komprehensif. Keberhasilan ini patut menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara untuk menggunakan pendekatan multi aspek dalam memerangi terorisme. Penggunaan kekuatan militer, tindakan hukum, kerja sama intelijen, dan inisiatif kontra-radikalisasi secara kolektif yang dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia terbukti berkontribusi dalam terwujudnya pembubaran Jamaah Islamiyah.

Berkaitan dengan keberhasilan ini, Peneliti Isu Radikalisme-Terorisme, Khoirul Anam menilai bahwa fenomena taubat massal Jamaah Islamiyah (JI) ini tidak bisa dilepaskan dari peran aktif Densus 88 selama ini. Dia menyampaikan apresiasi dan hormat setinggi-tingginya untuk Densus 88 yang bekerja sangat profesional dalam  memangkas terorisme langsung ke pangkalnya.

Hal senada dikatakan oleh Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag) bidang Radikalisme dan Intoleransi, Nuruzzaman yang turut mengapresiasi Densus 88 AT Polri atas capaiannya dalam melakukan deradikalisasi dan Soft Approach yang berhasil hingga JI membubarkan diri dan kembali ke pangkuan NKRI. Nuruzzaman berharap kepada jajaran Kemenag dan stakeholders pendidikan Islam agar terus melakukan pendampingan dan pendekatan terhadap sejumlah pesantren yang terafiliasi dengan organisasi radikal tersebut, sehingga kembalinya JI ke NKRI tidak hanya pada level pimpinan tapi juga hingga ke seluruh anggotanya di akar rumput.

Pada kesimpulannya, pembubaran JI menjadi bukti komitmen pemerintah memerangi radikalisme. Melalui kombinasi operasi militer, tindakan hukum, kerja sama intelijen, dan upaya kontra-radikalisasi, pemerintah telah berhasil melemahkan salah satu organisasi teroris paling terkenal di Asia Tenggara. Tantangan yang dihadapi dalam upaya ini menggarisbawahi kompleksitas pemberantasan radikalisme. Pembubaran JI bukan hanya sebuah kemenangan bagi pemerintah Indonesia namun merupakan tonggak penting dalam perjuangan global melawan terorisme, yang menunjukkan bahwa dengan upaya yang berkelanjutan dan komprehensif, radikalisme dapat dilawan secara efektif.

)* Mahasiswi jurusan Sosiologi PTS di Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *