Tingkatkan Kewaspadaan Cegah Radikalisme di Kalangan Aparatur Negara
Oleh : Haikal Fathan Akbar )*
Penyebaran radikalisme dapat menyasar semua golongan termasuk Aparatur Negara baik TNI, Polri, maupun Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga pegawai BUMN. Dengan adanya kewaspadaan ini, maka penyebaran radikalisme dapat dicegah dan pelayanan terhadap masyarakat dapat terus optimal.
Dengan adanya kerja keras dari aparat keamanan tersebut, terbukti berhasil melakukan pendeteksian secara dini dan juga menangkal penyebaran radikalisme yang tentunya sangat berbahaya bagi keberlangsungan bangsa dan negara bila terjadi pembiaran begitu saja.
Terlebih, apabila justru penyebaran paham radikalisme tersebut sampai menyeret dan menyebabkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya mengabdi bagi bangsa dan negara namun justru ikut terafiliasi dan menjadi simpatisan kelompok radikal.
Tentu apabila justru ASN yang menjadi representasi negara di tengah masyarakat malah ikut terafiliasi oleh kelompok radikal, maka hal tersebut jelas sangat mengancam dan membahayakan keberlanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Setelah koordinasi intens dalam rangka menggelar operasi antara Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sarolangun dan Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Jambi Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror (AT) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berhasil mengungkap adanya afiliasi anggota ASN dengan kelompok radikal, yakni Negara Islam Indonesia (NII).
Tidak hanya itu saja, namun penelusuran tersebut juga mengungkap bahwa terdapat sebanyak 30 orang warga setempat turut terafiliasi dengan kelompok radikal pengancam kedaulatan negara itu.
Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sarolangun, Hudri menyatakan bahwa memang terdapat sebanyak 30 orang warga yang terafiliasi dengan gerakan kelompok radikal tersebut.
Mengetahui hal itu, kemudian pihak Forkopimda berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk meminta seluruh warga itu agar mereka kembali dan menyatakan ikrar setianya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Memang sangat penting adanya upaya sosialisasi secara persuasif untuk mengimbau seluruh warga, bahkan termasuk anggota ASN itu yang terafiliasi dengan NII agar mereka bisa kembali ke pangkuan Bumi Pertiwi.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bidang (Kabid) Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik Badan Kesbangpol Batanghari, Zamhuri menuturkan bahwa pihaknya berkoordinasi dengan Densus 88 dan dinas terkait untuk segera melakukan pemanggilan kepada oknum anggota ASN terafiliasi kelompok radikal itu serta berupaya untuk melakukan pendekatan.
Dalam upaya memerangi dan memutus mata rantai penyebaran paham radikalisme, aparat keamanan juga melakukan pemeriksaan pada sejumlah ASN di Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muarojambi.
Pemerintah akan memberikan pembinaan dengan intensif kepada para oknum anggota Aparatur Sipil Negara yang terafiliasi dengan Negara Islam Indonesia tersebut agar mereka bisa kembali sadar dan bersumpah setia lagi pada NKRI. Pemanggilan kepada para oknum ASN terafiliasi NII juga telah terjadi, dan dari hasil pembicaraan, mereka bersepakat untuk kembali mengakui kedaulatan negeri.
Berkat Operasi Klandestin dari Densus 88 AT Polri, maka aparat keamanan dan pemerintah berhasil terus mengungkap sel-sel terorisme bahkan di kalangan ASN. Karena hendaknya para pelayan publik itu mampu menunjukkan wajah dan contoh sikap yang baik dengan tidak sama sekali ikut ke dalam pergerakan ataupun kelompok radikal.
Semua anggota Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bawah instansi apapun, seharusnya mereka terus mewaspadai adanya penyebaran kelompok radikal dan bagaimana pintarnya mereka dalam memainkan narasi hingga isu propaganda untuk menarik simpatisan dan menambah daftar anggota.
Kelompok radikal sangat berbahaya karena mereka berpotensi besar bermuara pada aksi terorisme dan terus menunjukkan perbuatan intoleransi di lingkungan sekitarnya. Karena apabila paham tersebut sekali menyebar dan masuk ke suatu lingkungan, termasuk wilayah kerja, maka dia akan terus tersebar luas seperti halnya virus yang sangat berbahaya.
Menurut Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mayor Jenderal Tentara Nasional Indonesia (Mayjen TNI) Roedy Widodo berpesan kepada seluruh ASN untuk benar-benar waspada dan mengenali betapa berbahayanya radikalisme.
Pemikiran bahwa paham radikal dan intoleran itu sangat berbahaya memang harus mampu terpatri ke dalam benak sanubari dan hati masing-masing individu bahkan termasuk harus tertanam ke seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali sehingga mata rantai penyebaran paham yang bertentangan dengan ideologi bangsa itu bisa terputus.
Pembentukan pemahaman sejak awal bahwa radikalisme dan intoleransi adalah sangat berbahaya jelas menjadi penting, karena survei menunjukkan bahwa terdapat sekitar 30 persen masyarakat ternyata sudah terpapar oleh virus itu, baik secara pasif ataupun aktif, dan sebanyak 5 persen bahkan sudah aktif di sana.
Dukungan penuh dari lintas sektor, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, seluruh lembaga dan kementerian di berbagai tingkatan hingga masyarakat menjadi sangat penting kepada aparat keamanan agar mewujudkan kelancaran dalam pendeteksian dini sampai penangkalan penyebaran paham radikalisme di kalangan ASN.
)* Penulis adalah kontributor Vimedia Pratama Institute